Manado Tua pertama kali didiami tahun 1339 oleh rombongan keluarga
yang beranggotakan 6 orang, yaitu Humansangdulage, Bawuisang, Patimasari,
Maasela, Ondoasa dan Ondosila. Humansangdulage adalah ayah Bawuisang; Bawuisang
dan Patimasari adalah pasangan suami istri; Maasela, Ondoasa dan Ondosila
adalah anak mereka.
Mereka berasal dari kota Batu-Mindanao, Filipina. Mereka lari dari
kota Batu dengan sebuah perahu karena peperangan. Perahu yang mereka naiki
ditimpa badai, lalu hanyut dan terdampar pada pulau yang tak dikenal dan
tak berpenghuni itu.
Setibanya di daratan pulau yang belum mereka kenal itu, Ondosila
merengek pada ibunya sambil menangis minta air. “Man narou,” kata
Ondosila pada ibunya secara berulang-ulang. Man artinya masih.Narou artinya
haus. Jadi, “Man narou” artinya masih haus, karena air yang diberikan
oleh ibunya tidak cukup, sehingga tak dapat menghilangkan rasa dahaganya.
Selain rombongan Humansangdulage, ada juga rombongan lain yang
datang dari Mongondow, berjumlah 7 orang, yaitu Panamon bersama istrinya,
Purukalinu bersama isterinya, Sogosogo, Laintandu dan Kauditan.
Kata “Man narou” yang diucapkan oleh Ondosila kepada ibunya
mengilhami Panamon untuk memberi nama pulau yang mereka tempati itu dengan nama
“Man narou.” Usul Panamon diterima untuk nama pulau yang mereka
tempati itu dengan nama “Man narou” yang kemudian digabung menjadi
“Manaro.”
Berbeda dengan dua rombongan yang menempati pertama kali, suku
Minahasa menamai pulau yang tampak kokoh memagari teluk Manado itu dengan nama Mana
rou atau Mana dou, yang artinya "di jauh.”
Sedangkan orang yang tinggal di pulau yang sekarang dikenal dengan nama Manado
Tua disebut “Mana’undou.” Namun kata Mana’undou” oleh orang
Eropa disebut “Manadu”.
Kata “Tua” yang ditambahkan di belakang kata Manado, sehingga
menjadi Manado Tua terjadi setelah sebagian penduduk Manado Tua sekitar tahun
1523 berpindah ke Wenang (sekarang Manado). MenurutProf. Geraldine
Manoppo-Watupongoh, sebutan Manado Tua mulai dikenal pada tahun 1682, yaitu
saat nama Wenang berubah menjadi Manado, dan nama Manado berubah menjadi Manado
Tua.
Manado Tua termasuk wilayah kecamatan Bunaken Kepulauan; terdiri
dari dua kelurahan, yaitu kelurahan Manado Tua Satu dan Manado Tua Dua.
Penduduknya 100 persen beragama Kristen.
Pada tahun 1541, Nicolas Desliens mencantumkan nama Manado pada
peta kelautannya sebagai sebuah pulau yang terletak di ujung utara pulau
Celebes (Sulawesi), yaitu pulau yang dikenal sekarang ini dengan nama Manado
Tua. Orang barat lainnya, Loco, pada tahun 1590 menempatkan nama Manado di
petanya bukan berada di daratan Sulawesi, tapi berada di laut.
Prof. Geraldine Manoppo-Watupongohmengatakan bahwa orang Eropa
mulai mengenal Manado Tua (dulu Manado) pada tahun 1514 dengan sebutan Manadu.
“Hal ini dijelaskan di dalam buku yang berjudul Beschrijving
der Moluccas, yang ditulis Valentijin pada tahun 1724,” ujarnya.
Secara geografi, Manado Tua terletak di sebelah barat pulau
Bunaken. Berbentuk gunung yang menjulang setinggi 655 meter di atas permukaan
laut. Di puncaknya terdapat gunung yang tidak berapi. Namun di dasarnya menurut
para penyelam pada kedalaman sekitar 150 kaki terdapat gunung berapi yang
mengeluarkan gelembung-gelembung udara dan karang lava yang kerap dihiasi
sejumlah hiu berukuran besar.
Puncak bukit Manado Tua merupakan tempat yang menyenangkan untuk
melihat kapal dan perahu layar mengarungi laut lepas, dan untuk menyaksikan
pesona daratan kota Manado. Lerengnya yang curam ditutupi oleh hutan dan
ladang. Di dasar daratannya dikitari oleh sebuah jalan yang menghubungkan kedua
desanya. Menurut masyarakat setempat, bukit yang menjulang tinggi tersebut oleh
Humansangduluge disebut “Bowon Petatehungang,” yang kemudian
disingkat menjadi “Bowon Tehung,” yang artinya tempat paling atas untuk
melihat. Dalam perkembangan selanjutnya, kata “Bowong Tehung” disingkat
menjadi “Bowontehu” dan ada juga yang menyebutnya “Bobontehu.”
Sekitar separuh perjalanan menuju ke puncaknya, kita akan melihat
kayu keras tropis yang sama dengan di daratan Sulawesi Utara. Kesamaan
lain adalah populasi hewan seperti monyet Crested macaca
nigra, kuskus phalanger celelensis, dan burung enggang yang
memiliki kepala tertutup sebagai ciri khasnya. Secara keseluruhan pemandangan
alamnya sebanding dengan usaha yang dikeluarkan mendaki ke puncaknya.
Di Manado Tua pernah berdiri kerajaan Bowontehu. Letak
kerajaan bukan di lokasi pemukiman penduduk sekarang ini, tetapi terletak
menuju ke arah bukit dan tersembunyi oleh pepohonan; tujuannya untuk menghindari
serangan-serangan perompak laut, seperti dari Kepulauan Sulu dan Mindanao,
Filipina.Menurut penduduk setempat, harta kerajaan Bowontehu ditenggelamkan
ke dalam laut, karena mereka tidak mau menyerahkannya kepada penjajah.
Penduduk yang mendiami Manado Tua pertama kali telah meninggal
akibat penyakit dan lainnya pindah ke daratan kota Manado. Dalam perkembangan
selanjutnya, penduduk dari Sangihe mendiami pulau wisata ini. Hal ini
diperkuat oleh Nicolas Graafland di dalam buku yang berjudul "Minahasa
Masa Lalu dan Masa Kini," terjemahan Joost Kulit ditulis bahwa penduduk
Manado Tua adalah orang Sangihe.
Selama abad XVI dan XVII, Manado Tua merupakan tempat persinggahan
para pedagang bangsa Spanyol yang datang dari kepulauan Filipina untuk menukar
barang bawaan mereka dengan rempah-rempah.
Bagian pantainya dikelilingi karang yang tersusun hampir tegak
lurus dengan permukaan laut sampai kedalaman 60 meter. Karang tersebut
membentuk sebuah lekukan kecil sebelum berakhir di ujung yang tak terhingga
dalamnya.
Di dasar lautnya terdapat bunga-bunga karang yang menjulang dari
tempat tersembunyi. Karang-karang hitam dan bunga karang yang berwarna-warni
menyelubungi gua-gua kecil. Terumbu karangnya yang paling menonjol terdapat di
sepanjang pinggiran sebelah timur yang menghadap laut Sulawesi; di dalamnya
menyimpan kawanan ikan kupu-kupu dan ikan kelelawar.
Seluruh terumbu karangnya mulai dari daerah dangkal sampai
kedalaman lebih dari 50 meter di sepanjang lereng yang landai dipenuhi dengan
kehidupan laut. Anemon, ikan hias dengan aneka warna, bintang laut, udang di
sela-sela karang dan kekayaan bawah laut lainnya hampir sama dengan yang
dijumpai di Bunaken.
Di tempat yang dangkal terdapat ikan-ikan yang suka menyendiri
seperti ikan badut (clown fish), ikan kuning Balistoides niger,
ikan kupu-kupu, dan angel fish yang hidup yang hidup di
sela-sela terumbu karang.
Selain potensi pesona
pantai dan laut, potensi lainnya yang dimiliki pulau yang berjarak sekitar 10
mil ini dari kota Manado adalah keberadaan hutan lindung, kubur raja Mokodokek,
raja Kokodompis, dan raja Wulangkalangi; Apeng Datu (pantai raja) yang merupakan
eks istana raja Manakalangi, Apeng Gugu (pantai istana wakil raja), pantai
Apeng Salah, Batu Senggo (batu layar), Batu Kadera, batu tempat istirahat
(Pangilolong), dan Bua alo yang sekarang menjadi ibu kota kelurahan Manado Tua
Dua, yakni Bualo.
Kegiatan wisata yang
dapat dilakukan di pulau yang biota lautnya muncul sekitar bulan Agustus dan
September ini antara lain berkeliling (sigtseeing) menikmati
keindahan taman lautnya dengan perahu berdasar kaca (katamaran), snorkeling (berenang
memakai alat pernapasan), menyelam (diving), foto bawah laut (photography
underwater), rekreasi air seperti olah raga air dengan berperahu layar (boat
sailing), ski dan jet ski; menikmati pemandangan dan panorama alam dengan
cara mandi matahari (sunbathing), tamasya pantai, jogging (lari
pagi/sore), bersepeda santai dan sepeda gunung, lintas alam (hiking),
berkemah, menikmati sunset dan mengenal sejarah suku Bowontehu.
Pada umumnya kedalaman lautnya sekitar 30 sampai 40 meter, namun
pada tempat tertentu kedalamannya bisa mencapai 70 – 90 meter. Di dalamnya
terdapat hiu putih, hiu kepala martil, hiu kuning, hiu abu-abu, hiu pasir, dan
di dasarnya yang berpasir menjadi tempat yang menyenangkan bagi ikan pari.
Sungguh indah dan menawan pemandangan bawah lautnya. Siapa pun pasti memiliki
banyak cerita menarik setelah menyelam ke dasar lautnya.
Sekitar 1 jam dari Manado, kita akan sampai di pulau berbentuk
bulat dan menjulang yang hanya berjarak 4 kilometer dari Bunaken itu. Pantainya
di bagian timur, selatan, barat dipenuhi pasir putih yang dikelilingi
batu-batuan. Berbaring di pasir putih dengan siraman sinar matahari merupakan
kegiatan yang menyenangkan untuk mengistirahatkan tubuh dari kesibukan rutin
sehari-hari.***
0 comments:
Post a Comment