Perjalanan hidup seseorang mungkin dapat direncanakan, akan tetapi dalam menjalankan rencana tersebut seseorang dihadapkan berbagai pilihan dan terkadang pilihan itu tidak sesuai dengan yang telah direncanakan. Setiap orang boleh berencana, di atas segalanya kehendak Tuhan lah yang lebih berkuasa.

Kandang Menjangan Yogyakarta



Yogyakarta sebagai kota budaya memiliki ciri khas dan keunikan. Keberadaan Kraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat otomatis sangat mempengaruhi rancang bangunan lama atau tata letak yang  secara khusus mempunyai struktur bermakna filosofis-simbolis. Salah satu yang sudah sangat dikenal adalah adanya garis imajiner yang membelah kota Yogyakarta yang menghubungkan Gunung Merapi – Tugu Pal Putih – Kraton – Panggung Krapyak dan Parangkusumo yang berada di pantai selatan. 

Gunung Merapi, Tugu, Kraton dan pantai Parangkusumo tentunya sudah banyak dikenal. Namun ada satu bangunan yang tersembunyi di sisi selatan yang kadang terlewatkan oleh wisatawan, yaitu Panggung Krapyak. Panggung Krapyak atau dikenal juga dengan nama Kandang Menjangan adalah bangunan yang secara administratif berada di wilayah kabupaten Bantul. Tepatnya terletak di kampung Krapyak, Kalurahan Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Bantul, kurang lebih 1 kilometer sebelah selatan Kraton Yogyakarta.

Bila melaju ke selatan dari Plengkung Gading, menyusuri Jl. D.I. Panjaitan, Anda akan menemukan bangunan ini berdiri gagah di tengah perempatan jalan di selatan komplek Pondok Pesantren Krapyak. Bangunan Panggung Krapyak berbentuk persegi empat seluas 17,6 m x 15 m, dengan ketinggian sekitar 10m. Bangunan ini tampak kokoh dengan dinding dari bata merah berlapis semen tebal. Setiap sisi terdapat sebuah pintu yang diapit dua buah jendela. Pintu dan jendela berbentuk persegi dengan lengkungan di bagian atasnya.

Pada awalnya, pintu dan jendela ini hanya berupa lubang tanpa penutup. Namun, mungkin karena alasan keamanan, sekarang masing-masing pintu dan jendela diberi jeruji besi sehingga orang tidak bisa masuk ke dalam. Bangunan panggung terbagi menjadi dua lantai. Lantai pertama terbagi menjadi empat ruang di setiap sudut, hingga menciptakan lorong pendek yang menghubungkan pintu dari setiap sisi. Di ruangan sebelah tenggara, di atapnya terdapat satu lubang yang cukup besar. Diperkirakan dahulu terdapat tangga yang dipergunakan untuk naik ke lantai dua. Dari bawah terlihat sisa-sisa atap yang mungkin dahulu berfungsi untuk menaungi lubang untuk mencegah air hujan masuk. 

Karena ketinggian bangunan ini, diduga bahwa Panggung Krapyak digunakan sebagai pos pertahanan. Dari tempat ini gerakan musuh dari arah selatan bisa dipantau, sehingga bisa memberikan peringatan dini kepada Kraton Yogyakarta bila terjadi serangan.

Namun ada kisah lain yang menyatakan bahwa bangunan ini sebagai tempat raja berburu binatang. Ketinggian bangunan membuat raja leluasa mengintai tanpa perlu khawatir diserang oleh hewan buas ketika berburu. Lantai dua tempat ini pun cukup nyaman, berupa ruangan terbuka yang cukup luas dan dibatasi oleh pagar berlubang dengan ketinggian sedang. Konon, daerah Krapyak dahulu merupakan hutan lebat. Beragam jenis hewan liar terdapat di hutan ini. Tidak mengherankan bila wilayah ini dulu banyak digunakan sebagai tempat berburu oleh Raja-Raja Mataram. Raden Mas Jolang, raja kedua Kerajaan Mataram Islam yang bergelar Prabu Hanyokrowati, adalah salah satu raja yang memanfaatkan hutan Krapyak sebagai tempat berburu.Raja lain yang gemar berburu di Hutan Krapyak adalah Pangeran Mangkubumi (Sultan Hamengku Buwono I). Hingga Sultan Hamengkubuwono I memerintahkan pembangunan Panggung Krapyak ini sebagai tempat berburu. 

Panggung Krapyak termasuk bangunan yang terletak di poros imajiner kota Yogyakarta . Poros Panggung Krapyak hingga Kraton dari arah selatan ke utara menggambarkan perjalanan manusia dari lahir hingga dewasa. Wilayah sekitar panggung melambangkan kehidupan manusia saat masih dalam kandungan.Hingga kini masih terdapat kampung Mijen di sebelah utara Panggung Krapyak sebagai lambang benih manusia. Kondisi lingkungan di kawasan selatan Keraton saat ini masih menampakkan ciri-ciri yang serasi dengan keberadaan Keraton, proses perubahan dan perkembangan yang terjadi tidak secara drastis. Pola perkampungan tradisional masih terlihat, ditambah dengan berdirinya salah satu pondok pesantren besar, yaitu pondok pesanten Krapyak. Tidak ada ruginya bila Anda berkunjung ke Yogyakarta dan mampir ke bangunan ini. 


Share on Google Plus

About Saifudien Djazuli

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment